Penetapan tarif angkutan umum dapat kita persamakan dengan penetapan harga kebutuhan pokok masyarakat yang bisa dilihat penjelasannya pada “Penetapan Harga (Ceiling and Floor Price) tulisan Sigit Satriya. <<–baca dulu tulisan ini baru kita lanjut ya! 🙂

Tarif Batas Atas (Ceiling Tariff)

ceiling floor-2

Perhatikan gambar di atas. Harga keseimbangan antara supply dan demand adalah Rp 3000. Harga ini dipandang terlalu tinggi. Maka pemerintah menetapkan HET sebanyak Rp 2.000, agar barang dapat dibeli oleh masyarakat. Tetapi pada harga Rp 2.000 ini Qd >Qs. Jumlah yang mau dibeli 30, sedangkan jumlah yang mau dijual pada harga itu hanya 15. jadi ada kekurangan. Kekurangan ini dapat menimbulkan pasar gelap sebab untuk memperoleh jumlah sebanyak 15 tersebut para pembeli bersedia membayar sampai Rp 3.500 (Sigit Satriya). Untuk kasus angkutan umum, tarif batas atas seharusnya mempertimbangkan kemauan orang untuk membayar tarif angkutan umum (willingness to pay).

Tarif Batas Bawah (Floor Tariff)

floor frice

Perhatikan gambar di atas. Harga keseimbangan hanya mencapai Rp 2.000. Harga ini dianggap terlalu rendah. Maka pemerintah menetapkan harga terendah Rp 3.000. Dengan demikian, pendapatan para produsen tidak terlalu minim. Tetapi, pada harga Rp 3.000 ini ternyata timbul suatu surplus, karena Qs > Qd. Terhadap adanya surplus, mungkin pemerintah akan membelinya untuk disimpan sebagai stock atau untuk dijual ke luar negeri. Hanya dengan jalan demikian penawaran tidak berkurang.(Sigit Satriya). Untuk kasus angkutan umum, tarif batas bawah seharusnya mempertimbangkan biaya operasi kendaraan dan kemampuan orang untuk membayar tarif angkutan umum (ability to pay).

___________________

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemauan dan kemampuan orang untuk membayar (willingness & ability to pay)

Menurut Moira McCormick, ada 9 faktor yang mempengaruhi kemauan untuk membayar yakni: 1)efek kualitas barang 2)keunikan barang 3)presentase pengeluaran 4)karakteristik pengguna 5)pengaruh lingkungan 6)gaya/fashion 7)perbandingan dengan harang lain 8)penelitian/pandangan pengguna 9)variasi barang. (sumber)

Khusus untuk angkutan umum, beberapa faktor yang mempengaruhi ability to pay diantaranya (Setijowarno, ed. ,2005; hal 11):

  1. besarnya penghasilan,
  2. kebutuhan transportasi,
  3. total biaya transportasi,
  4. intensitas perjalanan,
  5. pengeluaran total per bulan,
  6. jenis kegiatan,
  7. persentase penghasilan yang digunakan untuk biaya transportasi.

Sedangkan kemauan untuk membayar (Willingness to pay) dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah (Setijowarno, ed., 2005; hal 11).

  1. produksi jasa angkutan yang disediakan oleh pengusaha,
  2. kualitas dan kuantitas pelayanan yang diberikan pengusaha,
  3. utilitas pengguna terhadap angkutan umum tersebut,
  4. penghasilan pengguna.

_________________

Perhitungan Sederhana:

Anggap kemampuan orang untuk membayar adalah 30% dari penghasilan dan kemauan orang untuk membayar adalah 10% dari penghasilan. Anggap penghasilan adalah UMK, dan untuk kota bandung adalah Rp 2.843.662 per bulan atau +Rp 142.000 per hari (anggap 20 hari kerja)

Kemauan Membayar (WTP)

  • 30% x Rp 142.000= Rp 42.600 per hari
  • rata-rata perjalanan pekerja di Kota Bandung per hari adalah 15 kilometer
  • maka WTP=Rp 42.600/15= Rp 2.840/km

Kemampuan untuk Membayar (ATP)

  • 10% x Rp 142.000= Rp 14.200 per hari
  • rata-rata perjalanan pekerja di Kota Bandung per hari adalah 15 kilometer
  • maka WTP=Rp 14.200/15= Rp 946,66/km

Lihat gambar Tarif Batas Bawah (Floor Tariff) diatas, anggap kondisi kesimbangan terjadi Pada Harga Rp 2000, kemudian Pemerintah menetapkan tarif batas bawah (katakanlah) Rp 2500 maka akan terjadi surplus (kelebihan penawaran), kelebihan penawaran inilah yang seharusnya dibayar oleh Pemerintah dalam bentuk subsidi.

_________________

Bacaan lanjutan:

Setijowarno, Abadi dan Sudaryatmo (2005), Fakta Kebijakan Transportasi Publik Di Indonesia, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Penerbit Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang

Ofyar Z Tamin dkk (1999) Evaluasi Tarif Angkutan Umum dan Analisis ATP dan WTP di DKI Jakarta

Setijowarno, Putranto (2015), ATP dan WTP Angkutan Penumpang Umum di Kabupaten Belitung: T164